Mengapa bambu rentan serangan organisme perusak?

Table of Contents

Secara anatomi dan kimia, bambu kaya pati dan gula sederhana. Kandungan ini menjadikannya “makanan ideal” bagi kumbang bubuk, kapang pewarna (noda biru), jamur pelapuk, dan hama pascapanen—khususnya pada bambu yang baru ditebang/diolah dan saat penyimpanan. Laporan teknis INBAR/FAO merangkum bahwa pati tinggi dan minimnya senyawa antijamur alami mempercepat serangan cendawan dan kumbang perusak; studi lain jaminan kerentanan bambu terhadap jamur lebih tinggi dibandingkan kayu karena kadar pati/gula yang besar.

Kelompok Organisme Perusak

A. Serangga perusak utama

  1. Kumbang bubuk bambu (kumbang bubuk) – Dinoderus spp., terutama Dinoderus minutus
    Hama paling penting pada bambu potong/produk bambu. Betina meletakkan telur pada ruas/produk saat proses panen dan manufaktur; larva menggerek jaringan kaya pati sehingga muncul serbuk halus, lubang kecil, dan rapuh (produk bisa “hancur dari dalam” berbulan-bulan setelah dipakai).


  1. Rayap tanah – Coptotermes formosanus & C. gestroi
    Uji pilihan-pakan menunjukkan beberapa spesies bambu sangat disukai dan cepat dirusak oleh Coptotermes (rayap bawah tanah formosan dan Asia). Kerusakan berupa pelapukan struktural dari bagian dalam, terutama pada kondisi lembap/kontak tanah.

  2. Rayap Tanah


  3. Penggerek/tulang daun & penggerek rebung/ruas

  • Penggerek rebung (kumbang) – Cyrtotrachelus spp. (mis. C. longimanus , C. dux ) : menyerang rebung/tuna muda; dapat menurunkan keberhasilan anakan dan produksi rebung. Laporan lapang menunjukkan serangan bisa sangat berat pada Dendrocalamus tertentu. 

  • Kumbang hispine bambu – Estigmena chinensis : melaporkan kerusakan batang/pelepah pada beberapa spesies, terutama D. strictus

  1. Defoliator/penggulung daun (penggulung daun) – terutama Algedonia/Pyrausta/Crypsiptya coclesalis
    Kelompok ngengat Pyralidae/Crambidae ini menyebabkan defoliasi epidemik di persemaian dan kebun bambu; larva menggulung daun menjadi “sarung” dan memakan jaringan hijau sehingga fotosintesis turun drastis. Spesies kunci: Algedonia (Pyrausta/Crypsiptya) coclesalis dan Pyrausta bambucivora

  2. Pengisap cairan (sap-sucker)
    Aphid/mealybug seperti Bamboo aphid – Oregma/Melanaphis bambusae dan Asterolecanium bambusae mengisap nira pada pucuk/daun muda, memicu keriting, klorosis, jelaga (jamur jelaga), dan penurunan vigor; beberapa spesies yang dilaporkan dapat berwabah. 

Skala masalah: Kompilasi lembaga kehutanan India (ICFRE) menyebut >150 spesies serangga terkait kerusakan bambu (≥100 di bambu hidup), dengan defoliator dan penggerek sebagai kelompok yang paling merugikan.

 

B. Jamur perusak (biodegradasi & noda)

  1. Jamur pelapuk putih/cokelat (Basidiomycota)

  • Schizophyllum commune: pelapuk putih kosmopolit yang umum menyebabkan pembusukan bambu di luar ruang. 

  • Trametes versicolor: uji laboratorium menunjukkan kehilangan bobot signifikan pada spesimen bambu yang terinfeksi. 

  1. Kapang noda/blue-stain & jamur permukaan
    Kapang pewarna tidak selalu merusak struktur, tetapi menurunkan mutu estetika dan bisa membuka jalan bagi pelapuk. Kandungan pati tinggi membuat bambu sangat rentan terhadap kapang/noda selama pengeringan, penyimpanan, dan transportasi. 

  2. Soft-rot (Ascomycota)
    Soft-rot menyerang selulosa pada kondisi lembap tinggi/tertanam, melemahkan dinding serat bambu—dinilai berperan dalam penurunan ketahanan komponen bambu. 

C. Hewan pemakan (vertebrata) yang merusak

Rodensia (tikus/rat) sangat berkaitan dengan “masting”/pembungaan massal bambu. Saat spesies seperti Melocanna baccifera atau Bambusa tulda berbuah serempak (siklus ±48–50 tahun), lonjakan biji memicu ledakan populasi tikus (“rat flood”). Setelah biji habis, tikus beralih ke sawah, lumbung, bahkan bibit/pangkal rumpun bambu, menimbulkan kerusakan pertanian dan ekologi (peristiwa Mautam/Thingtam di India timur-laut). Fenomena ini didokumentasikan dalam studi lapang Asia Selatan dan Jepang serta ulasan ekologi modern.

Gejala Lapang yang Umum

  • Serbuk halus & lubang pin pada produk/culm kering → indikasi Dinoderus (kumbang bubuk). 

  • Daun tergulung & habis “diserut” → leaf-roller (A./Pyrausta/Crypsiptya).

  • Keropos dari dalam/struktur melemah pada kontak tanah/lembap → serangan rayap Coptotermes

  • Permukaan keabu-abuan/kebiruan atau berbintik pada penyimpanan → kapang noda/blue-stain. 

  • Busuk serat, tekstur berserabut pada luar ruang → pelapuk putih (Schizophyllum) / Trametes


Pengelolaan & Pencegahan (ringkas berbasis bukti)

  1. Pengawetan & pengeringan yang tepat: Buang pati (mis. perendaman air mengalir), keringkan cepat, simpan kering & berventilasi untuk menekan jamur/kumbang. Pedoman INBAR/FAO menekankan higienitas gudang & kontainer bebas jamur/serangga.

  2. Proteksi antijamur: Perlakuan kimia/biologi terkontrol dapat meningkatkan ketahanan terhadap mould/blue-stain; riset terbaru mengevaluasi pendekatan biobased & modifikasi struktur dinding. 

  3. Kendali hama serangga:

    • Leaf-roller: monitoring lampu perangkap, sanitasi, dan—bila perlu—insektisida terpilih sesuai hasil uji efikasi dan panduan setempat. 

    • Kumbang bubuk: cegah infestasi sejak panen/produksi (hindari kontaminasi saat proses), lakukan heat-treatment/fumigasi legal bila diwajibkan peraturan setempat. 

    • Rayap: desain konstruksi yang memutus kontak tanah & kelembapan; pengawetan pada bagian rawan. 

  4. Mitigasi ledakan tikus terkait masting: pemantauan populasi, panen/bersih-lahan sebelum biji jatuh, dan sistem barier/perangkap di lahan pertanian sekitar hutan bambu telah diteliti untuk menekan kerusakan.


Sumber Tulisan:

Posting Komentar

Program Menanam Bambu