Tokoh Bambu : Prof Dr. Elizabeth Anita Widjaja, Jalan Pengabdian demi Bambu Lestari
Prof Dr Elizabeth Anita Widjaja selama 47 tahun menekuni penelitian bambu di Tanah Air. Dalam kurun waktu itu, 176 jenis bambu ditemukan, dan sebagian lain dalam proses. Masih banyak yang belum diteliti.
![]() |
Prof Eli bersama Prof Heru dalam sebuah event bersama Gapoktanhut LASKAR BUMI di Kecamatan Dongko Trenggalek Jawa Timur (9 sept 2022) |
Di usia 72 tahun, semangat Prof Elizabeth Anita Widjaja tak pernah pudar untuk terus meneliti bambu di seluruh pelosok Nusantara. Bambu memiliki segudang manfaat dari sisi ekonomi ataupun lingkungan. Ia meyakini bambu perlu dieksplorasi dan dilestarikan sebelum punah.
Prof Elizabeth ditemui di Kupang, Senin (4/9/2023), bersama tim dari Yayasan Bambu Lestari (YBL), institusi tempatnya bekerja saat ini. Tim YBL ingin memperluas tanaman bambu di sejumlah kabupaten di Nusa Tenggara Timur. Daerah-daerah ini rawan berbagai jenis bencana, mulai dari kekeringan, rawan pangan, kesulitan air bersih hingga tanah longsor. Penanaman bambu diyakini dapat mengurangi risiko bencana tersebut.
Peneliti LIPI (sekarang BRIN) selama 40 tahun (1976-2016) bidang bambu ini mengatakan, manfaat bambu luar biasa. Satu rumpun bambu sehat bisa menghasilkan 5.000 liter air per tahun. Satu dusun bambu bisa menghasilkan satu atau dua sumber mata air di sekitarnya. Di Kabupaten Nagekeo di Pulau Flores, misalnya, hasil budidaya bambu seluas 12 hektar setelah 4 tahun menghasilkan satu sumber mata air di kawasan itu.
“Bambu dapat mengatasi kekeringan ekstrem di daerah itu. Lahan kritis di sejumlah provinsi, bisa diatasi dengan bambu. Ketika lahan itu menjadi hutan bambu, bakal berubah menjadi subur dan ekosistem lingkungan tertata, termasuk muncul sumber-sumber mata air,” kata Elizabeth.
![]() |
Sosok Prof. Dr. Elizabeth Anita Widjaja di usia beliau sekarang (70 tahun) |
Selain itu, masih banyak lagi manfaat bambu saat diolah menjadi berbagai barang bernilai ekonomi. Mulai dari teh berbahan bambu, kerajinan dari bambu seperti mangkuk, piring bambu, tudung saji, alat tapis, dan gelas. Rebungnya dapat dimanfaatkan untuk diversifikasi pangan. Bambu juga bisa dimanfaatkan sebagai demplot (demonstration plot) agroforestry untuk penanaman berbagai jenis sayuran, seperti sawi, kol, tomat, wortel, dan jagung pulut. Bagi masyarakat perdesaan, bambu sudah lama dipakai untuk mengalirkan air ke titik tertentu dan untuk pembangunan rumah adat.
Bambu jenis tertentu juga bisa dimanfaatkan sebagai material kayu (timber) yang bisa dimanfaatkan di industri. Menurut Elizabeth, industri bambu di Indonesia baru memanfaatkan bambu jenis petung. Sementara di negara tetangga, Filipina, berbagai jenis bambu sudah diolah untuk industri.
Padahal, berdasarkan penelitian Elizabeth, ada ratusan, jenis bambu yang ada di dunia ini. Selama 47 tahun dia menggeluti penelitian soal bambu, Elizabeth telah menemukan 176 jenis bambu di seluruh Nusantara. Itu belum termasuk 11 jenis bambu yang hingga kini belum diberi nama. Jenis bambu yang sudah ditemukan sebagian besar tersebar di Sumatera. Itu pun baru di sebagian wilayah tertentu saja.
”Masih banyak pekerjaan rumah yang harus saya selesaikan. Di Indonesia saya baru temukan 176 jenis bambu. Mestinya lebih dari itu. Masih banyak jenis bambu yang belum terungkap, terutama di Papua, Kalimantan, NTT, NTB, Maluku, dan Sulawesi,” kata profesor riset yang sudah melakukan penelusuran, pemetaan, pengenalan, pengelompokan, dan penamaan bambu di Indonesia.
Bambu secara umum adalah tanaman yang masuk dalam famili Poaceae dan subfamili Bambusoideae. Namun jenis spesifiknya sangat banyak dengan berbagai ukuran, mulai yang kecil hingga besar dan tinggi.
Di Indonesia penelitian soal jenis-jenis bambu ini belum selesai. Pengolahan industri bambu dan pemanfaatan bambu di masyarakat pun dinilai Elizabeth belum seberapa. Setelah purnatugas sebagai profesor riset dari LIPI pada 2016, Elizabeth bergabung dengan YBL dan melanjutkan penelitiannya soal bambu.
Di mana ada informasi terkait jenis bambu baru, Elizabeth tak segan-segan langsung mendatangi lokasi tersebut. Ahli taksonomi bambu ini mengatakan, biasanya kegiatan dilakukan setelah ada informasi awal dari masyarakat. Informasi itu disampaikan lisan, melalui media sosial, atau tertulis. Sebagian disampaikan melalui YBL. ”Begitu ada informasi saya langsung bergerak ke lokasi tujuan,” katanya.
Begitu tiba di ibu kota provinsi, kabupaten/kota, atau kecamatan terkait, Elizabeth langsung melapor kepada pejabat setempat. Ia kemudian akan ditemani staf dari dinas teknis dan warga lokal sebagai penunjuk jalan. Begitu ditemukan, bambu tersebut akan dievaluasi, diberi nama, dan dipublikasikan kepada pemda agar diingat dan dilindungi.
”Seperti terjadi pada 31 Mei 2022. Saat itu ada warga Maumere melaporkan bahwa ada bambu unik di lahan miliknya. Daunnya lebar, sekitar 10 cm, bisa digunakan untuk membungkus bahan makanan tertentu, dan batangnya merambat. Saya sendirian ke sana, dan menemukan bambu itu, jenis baru,” katanya.
Ia pun memberi nama bambu baru itu ”Jokowi”. Namun nama baru itu belum ditambahkan dalam daftar 176 jenis bambu yang sudah ditemukan sebelumnya. Keesokan harinya, yakni 1 Juni 2022, Presiden Jokowi bertepatan datang ke Ende untuk mengikuti peringatan Hari Lahir Pancasila. Dalam agenda kunjungan itu, Presiden sempat mengunjungi Kampus Bambu yang didirikan YBL di Turetogo, Bajawa, Ngada.
![]() |
Gerakan Menanam Bambu |
Ketertarikan meneliti bambu berawal saat mengerjakan tugas akhir jenjang sarjana muda di Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung tahun 1976. Saat itu, Elizabeth sudah diterima bekerja di LIPI. Lembaga tempat dia bekerja itu pun menyarankan agar ia menulis tentang rumput untuk pakan ternak banteng di Pangandaran, Jawa Barat.
Elizabeth pun tertarik. LIPI kemudian merujuk dua dosen di Unpad sebagai pendamping tugas akhir Elizabeth. Saat ia bertemu dengan salah satu dosen, dosen itu menyarankan Elizabeth menulis tentang bambu. Namun Elizabeth berkeberatan karena menurut pengetahuan dia saat itu, bambu bukan bagian dari rumput.
Ia pun disuruh ke perpustakaan kampus. Setelah dipelajari, ternyata bambu adalah bagian dari rumput. Sang dosen pun meminta Elizabeth meneliti tentang bambu di hutan tanaman industri di Jawa Barat. Sejak dari situ, ia mulai mengetahui seluk-beluk bambu dan terus mempelajari bambu hingga sekarang.
Selama 40 tahun bekerja sebagai peneliti di LIPI ia khusus menekuni bambu. Penelitian soal bambu itu membawanya ke sejumlah negara. Dari perjalanan itu dia tahu bambu terbanyak ada di China, disusul India, dan Indonesia di tempat ketiga. Namun China dan India jauh lebih maju dalam bidang penelitian dan teknologi industri bambu dibanding Indonesia.
Dalam penelitian yang dilakukan atas bantuan dana dari Pemerintah Kanada pada 1990-1997, Elizabeth bersama sejumlah peneliti asing pergi ke sejumlah negara, mengeksplorasi jenis-jenis bambu di negara itu. Begitu ditemukan jenis bambu baru, ia langsung mengirimnya ke taman nasional atau lembaga yang membidangi penelitian bambu. Hasil koleksi sejumlah jenis bambu baru ini Elizabeth berikan ke Kebun Raya Bogor, YBL, dan Perhutani.
Elizabeth mengakui penelitian soal bambu ini butuh modal tidak sedikit. Apalagi jika bambu yang diteliti berada di tempat terpencil yang jauh dan membutuhkan banyak personel untuk terlibat.
Penelitian itu butuh modal yang tidak sedikit. Sebagian penelitian dilakukan Prof Elizabeth sendiri jika lokasi itu mudah dijangkau melalui jalur darat. Jika tidak ada sponsor khusus, ia pergi dengan dana pribadi. Namun sebagian besar penelitiannya saat ini didukung YBL, tempat dia bekerja kini.
Prof Elizabeth mengatakan, sebagian hasil penelitian itu telah dibukukan, dan sebagian dalam proses. Ia pun tetap bersemangat untuk segera menemui bambu baru yang dilaporkan warga sebelum jenis tanaman itu punah. ”Anak cucu bangsa ini, terutama di daerah itu, harus mengenal aneka tanaman bambu milik negeri ini,” katanya.
Prof Dr Elizabeth Anita Widjaja
Lahir : Kudus, Jawa Tengah, 30 Maret 1951
Suami: Saan Asikin (alm)
Pendidikan : S-3 Biologi Universitas Birmingham Inggris
Penghargaan (antara lain) :
- The Best Young Scientist LIPI (1996-1997)
- Satya Lencana Karya Satya XX (1998)
- Bintang Jasa Utama dari Presiden RI (2000)
- Harshberger Medal by Society of Ethnobotanists, India (2001)
- Satya Lencana Karya Satya XXX (2010)
- The Best Scientist in LIPI (2011)
- ASEAN Meritorious Service Award (2014)
Buku (antara lain) :
- Identikit Jenis-jenis Bambu di Kepulauan Sunda Kecil (2001)
- Identikit Jenis-jenis Bambu di Jawa (2001)
- Panduan Budidaya Bambu (2004)
- Identikit Bambu di Bali (2005)
- The Spectacular Indonesian Bamboos (2019)
SUMBER :
https://www.kompas.id/baca/tokoh/2023/09/04/jalan-pengabdian-demi-bambu-lestari
Posting Komentar untuk "Tokoh Bambu : Prof Dr. Elizabeth Anita Widjaja, Jalan Pengabdian demi Bambu Lestari"